Orang-orang pergi-datang memburu matahari.
Kota-kota dibiarkan terbakar sendiri, tak jelas apa dimaui.
Para tetua hilang wibawa diam kecewa.
Orang-orang melewatinya sambil terus berebut, saling mendahului ke arah berganti-berganti.
Mereka berkata segala, mereka makan segala, mereka meneguk segala.
Ketika matahari semakin jauh dan meninggi, mereka baru menyadari tak mungkin menangkapnya, tak mungkin memadamkan kota terbakar, tak mungkin merebut hasrat yang ambyar!
Lantas… dibiarkannya abad berlalu.
Berpikir hanya membunuh waktu.
Mereka mematung, angannya digantung.
Katanya terakhir kali tepat tengah hari :
“Biarlah Yang Kuasa berpikir dan bicara, kita hanya kelelawar di gua-gua…”