Basa-basi atau, menurut saya, bahasa basi merupakan bahasa universal yang digunakan di seluruh dunia, terlebih lagi di belahan dunia bagian timur. Kita –saya nggak tahu apakah saya termasuk– sering mempergunakannya entah karena terpaksa atau memang sudah kebiasaan. Bukan masalah, karena basi-basi dengan alasan apapun tetap saja: “BASI”.

Pernah saat saya lagi chatting di mIRC, ada seseorang yang mem-pv saya *kejadian kayak ini sudah biasa buat saya :p *.

Hi,” kata dia.

Saya jawab, “Hi 2“.

Abis itu dia nanya kabar. Saya bilang saja baik, ucapin terima kasih buat atensinya lalu balik nanyain kabar dia. Jawabannya sama persis dengan jawaban saya, termasuk ucapan terima kasih tadi.

Setelah ‘ngomong’ bolak-balik kayak itu barulah dia nulis kata-kata yang paling dihapal oleh para chatter, “asl pls” — age, sex, location, please. Nah lo, ternyata dia belum ngenal, siapa saya — orang yang dia tanyain kabarnya dengan begitu akrab.

Kita — seperti yang saya sebutkan tadi — entah karena kebiasaan atau karena terpaksa, ternyata terlalu sering menghambur-hamburkan dan memfoya-foyakan perbendaharaan kata. Dalam pengalaman saya itu, jelas-jelas tujuannya cuma ngajak kenalan. Kenapa nggak langsung saja? Bisa jadi basi kan? Kenapa nggak, “Hi, /me 24/m/mks, wanna chat me ?“, misalnya. Kan jadi lebih enak tuh, nggak buang-buang energi, waktu dan yang pasti duit.

Coba saja dikalkulasi, berapa kali tombol keyboard yang dihentakkan. Ini berpengaruh terhadap usia pakai keyboard secara mekanis. Atau kalau masih belum ngeh, hitung saja selisih waktunya, kalau kita ‘nggak basi’, lantas hitung biaya koneksi internetnya bila kita harus berputar-putar dulu sebelum sampai ke tujuan.

Dus, sebenarnya kemampuan kita menempatkan basa-basi itu yang paling penting. Kalau Anda mengirim surat lewat pos, apalagi surat lamaran kerja, mungkin salam pembuka dan basa-basi lainnya yang diajarkan waktu SMU dulu, jadi wajib hukumnya. Tapi kalau chatting? Masak iya sih pas chatting terus nulis, “saat ini kondisi saya baik-baik saja, semoga kamu pun demikian adanya dan selalu dalam lindungan Tuhan…” Ck… ck… ck… *geleng-geleng kepala*.

Nah, ini jadi sedikit beda kalau dalam urusan ‘Katakan Cinta’. Banyak yang bilang cinta itu nggak butuh kata-kata, cinta itu nggak perlu didefinisikan, bla… bla… bla… Tapi banyak juga cewek yang suka kalau dibuai dengan kata-kata indah nan puitis. Mereka mudah terpesona dengan rayuan ala pujangga. Dalam hal ini kembali lagi ke ceweknya. Buat cowok sih, pintar-pintar saja membaca situasi, mengenal kesukaan calon ‘korban’-nya.

Saya sendiri tetap memegang prinsip “Sederhanakan Hidup”, artinya segala sesuatu yang kita lakukan mestinya nggak boleh dibikin ribet. Yang praktis-praktis saja lah. Urusan nembak cewek pun mestinya ya gitu, to the point. Yang mau nyobain prinsip saya, nggak usah kuatir, sejauh ini sukses dan lancar-lancar saja meskipun “Aku mungkin bukan pujangga …” *nyanyi* :D