Dari awal kebijakan ini dikeluarkan, saya sudah pesimis. Konon maksud dan tujuan registrasi kartu prabayar ini adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan, menekan jumlah penipuan via SMS/Call, atau membatasi pergerakan penebar hoax di internet. Tentang meningkatkan kualitas pelayanan, ceritanya begini. Untuk diketahui, chipset simcard yang beredar di Indonesia adalah komoditas impor dari luar negeri. Setiap tahunnya operator seluler mengimpor 500 juta simcard yang jika bisa dikurangi berarti operator seluluer bisa menghemat hingga 2 triliun rupiah. Selisih biaya tersebut bisa digunakan untuk meningkatkan kualitas dan memperluas jaringan komunikasi.

Logikanya betul. Tapi solusinya kok nggak nyambung, ya? Jadi kalau mengikuti logika pak menteri ini, permintaan masyarakat akan kartu perdana tinggi disebabkan oleh kemudahan memperolehnya, tanpa perlu registrasi. Terlalu mudah. Jika diwajibkan untuk registrasi menggunakan NIK dan KK, otomatis permintaan akan menurun. Padahal untuk apa? Berapa banyak sih orang yang suka gonta-ganti kartu, beli-pakai-buang? Tujuannya apa? Alasannya apa?

Saya pribadi beberapa kali membeli kartu perdana paket internet. Kenapa? Karena harganya lebih murah dibandingkan jika saya membeli paket internet di “kartu utama” saya. Pengalaman dengan “si merah” di tempat saya, registrasi paket internet 2 GB itu harganya 65 ribu. Kalau isi pulsa data, 100 ribu cuma dapat 2 GB. Sedangkan kalau beli perdana paket internet, cukup dengan 75 ribu sudah dapat 15 GB. Perbandingan tarif ini bisa berbeda, menurut operatornya, zona lokasi kita, atau promo pada saat itu. Tapi pada umumnya memang lebih untung membeli perdana internet. Jadi, untuk saya, itu adalah satu-satunya alasan membeli kartu perdana “pakai-buang”. Bukan karena aktivasinya gampang, tapi karena lebih murah saja.

Membuat proses aktivasi lebih berbelit-belit menggunakan NIK dan KK tidak akan membatasi tipe konsumen seperti ini. Yang paling bijak adalah menyamaratakan harga kartu perdana paket internet dengan harga registrasi paket internet ataupun harga pulsa data. Entah, mau dinaikkan semua atau diturunkan, asal hasilnya sama rata (pembuat kebijakan tentu tahu mana yang terbaik untuk popularitas pribadinya, apalagi menjelang suksesi 2019). Dengan begitu permintaan kartu perdana akan turun, operator tidak perlu banyak-banyak mengimport chipset simcard, dan penghematan yang 2 triliun itu bisa betul-betul terealisasikan. Lalu gunakanlah 2 triliun itu untuk subsidi paket internet.

Permintaan kartu perdana tetap tinggi? Untuk tujuan apa lagi? Saya tahu, tidak semua orang cuma butuh 1 simcard. Ada beberapa orang yang karena alasan bisnis harus menggunakan lebih dari 1 simcard. Apalagi handheld tertentu memang menyediakan feature dual simcard. Ada orang yang punya banyak gadget, sehingga membutuhkan lebih dari 1 simcard. Tapi seberapa banyak konsumen seperti ini dibandingkan seluruh penduduk Indonesia? Lagipula mereka ini belum tentu membutuhkan kartu perdana “pakai-buang”.

Kalau tujuan registrasi kartu prabayar ini untuk “tertib administrasi”, saya bilang terlalu terburu-buru. Lha, gimana? Birokrasi yang lain, yang di atas-atas sana saja belum tertib. Urus ini-itu masih harus fotokopi KTP, fotokopi KK, scan ini-itu. Akibatnya kita bisa menemukan KTP dan KK orang lain bertebaran di tempat-tempat umum; tempat fotokopian, warnet, rental komputer. KTP sih sudah elektronik, pakainya tetap saja konvensional. Di mana tertibnya?

Penipu dan penyebar hoax itu orang-orang profesional yang paham betul cara mengumpulkan informasi calon korban. Kalau cuma mencari fotokopian KTP atau KK sih, enteng buat mereka. Lha, mereka itu bikin akun rekening bank pakai data-data fake saja tembus kok. Kebijakan ini, alih-alih mengurangi kasus penipuan dan hoax malah bisa menambah kejahatan lain; fitnah, pencemaran nama baik, penyalahgunaan data.

Parahnya lagi, di akhir-akhir masa pendaftaran, pemerintah mengeluarkan kebijakan UNREG untuk NIK yang ingin dibatalkan registrasinya, agar bisa membebaskan slot 1 NIK untuk 3 simcard. Artinya penipu-penipu itu bisa menggunakan semacam NIK “isi ulang” untuk registrasi sepuasnya. Semakin tidak efektif-lah strategi memberantas penipuan dan hoax ini.

Belum cukup bikin heran dan geleng-geleng kepala, tiba-tiba hari ini Menkominfo merevisi lagi kebijakannya. Sekarang 1 NIK bisa untuk registrasi berapa pun simcard. Unlimited. Ibaratnya, 1 NIK untuk 1 negara pun bisa. Kacau.

Lha trus ngapain berbulan-bulan sosialisasi program registrasi kartu prabayar? Faedahnya apa? Berganti faedah? Atau memang dari awal sudah tahu bahwa ini nirfaedah tapi tetap ngotot dijalankan? Aneh Pak Menteri ini. Bikin kebijakan untuk jangka panjang, masa sosialisasinya juga panjang, tapi kok tanpa pikir panjang?