Semua warung makan pasti punya cara yang unik untuk menciptakan brand mereka. Misalnya warung tenda Lamongan yang di sebagian daerah sering disebut Warung Pecel Lele, Warung Sari Laut, dll. Warung tenda Lamongan ini identik dengan warna hijau-kuning-nya yang khas. Dalam pandangan konsumen, kalau warnanya tidak hijau-kuning, pasti rasanya “aneh” alias tidak biasa. Pada akhirnya berjamurlah warung-warung tenda dengan warna dan model tulisan yang seragam. Paling-paling yang membedakan hanya nama Sang Chef: Mas Joko, Bu Sri, Pak Kumis, Mbak Dewi, dsb. Cita rasa masakannya? 90% mirip alias 11-12.

Tentang product branding, kuliner di Makassar pun punya caranya sendiri. Sebut saja warung Pallu Basa. O ya, anda yang belum mengenal jenis makanan yang satu ini, mungkin perlu segera mencobanya. Karena walaupun belum setenar Coto Makassar, tapi cita rasa dan aromanya patut diperhitungkan. Teman saya bahkan menganggap layak jika Pallu Basa suatu saat go international dengan branding baru: Wet Hammer. :hammer:

Konon Ketua KPK Abraham Samad sangat mengidolai Pallu Basa, dan salah satu tempat favoritnya adalah warung Pallu Basa di Jl. Serigala (Palbas Serigala). Entah karena rasa atau penyajiannya yang istimewa, warung tersebut selalu ramai, terutama pada jam makan malam. Jadi kalau anda ingin menikmatinya dengan nyaman, sebaiknya hindari waktu-waktu sibuk seperti itu. Atau anda bisa mengunjungi warung “cabang”-nya, di Jl. Hertasning.

“Warung Pallu Basa Jl. Serigala, Cabang Jl. Hertasning”.

Jika mengikuti kaidah penulisan judul, harusnya seperti di atas (in my humble opinion). Tapi –kembali ke soal branding— di Makassar kaidah ini tidak berlaku. Seperti Warung Pallu Basa di Jl. Hertasning tadi. Jika anda melewati Jl. Hertasning, persis di sebelah tempat praktek dr. Asnawi (kulkel), anda bisa melihat papan namanya: “Warung Pallu Basa Cabang Jl. Serigala”. Anda tidak perlu heran lalu berpikir, jangan-jangan anda sedang tersesat ke Jl. Serigala, alih-alih Jl. Hertasning.  :ngacir:

Sekali lagi, ini tentang product branding. Kebanyakan warung makan di Makassar mem-branding produknya dengan cara begini. Mie Titi di bilangan Boulevard Panakukkang, tetap saja namanya “Mie Titi Cabang Jl. Irian”. Itu contoh yang lain.

Selain penulisan “cabang” yang maknanya bisa sangat bercabang, satu hal lagi yang khas dari warung-warung makanan Makassar adalah mencantumkan nama Sang Chef.

Betul, warung tenda Mas Joko, Bu Sri, dll. juga melakukan hal itu, tapi untuk kuliner Makassar seperti Pallu Basa, Coto Makassar, Sop Saudara, dsb., ada kata pelengkap seperti ini: “Warung Pallu Bassa Cabang Jl. Serigala, Asuhan: H. Udhin“.

Anda lihat kata “Asuhan“? Ini khas, cuma untuk warung Makassar (correct me if I’m wrong).

Jadi jika anda mencari warung yang benar-benar “Makassar”, pastikan ada kata “asuhan” di papan namanya. Pastikan juga bahwa sang pengasuh benar-benar orang Makassar, dari namanya: H. Udhin, Daeng Nompo, Karaeng bla, bla, bla…

Akan aneh jadinya jika anda memaksa makan di “Warung Pallu Basa Asuhan Mas Joko” :nohope: . Dan akan jauh lebih aneh lagi jika anda makan di warung Pallu Basa yang “Salah Asuhan”, karena boleh jadi itu bukan warung, tapi judul novel.  :Peace: