Pernah, mencintai
Tapi tak dicintai

Pernah, dicintai
Tapi tak mencintai

Pernah, mencintai dan dicintai
Tapi takdir melerai

Memang sengaja kutuliskan
Ketika hujan menghapus debu sisa semalam
Sembari mendengar lagu kenangan
Lirik-lirik romantis warisan masa silam

*** TAK DILANJUTKAN!***


Satu persatu gambaran kemarin melayang dalam ruang benakku yang sempit. Semuanya menyiksaku. Mengapa harus tercipta kenangan? Mengapa kenangan harus abadi?

Lelah… penat… sumpek! Segelas kopi ini terasa hambar, getir bahkan. Hasrat, mungkin masih ada untuk tetap menulis di atas lembaran kusam ini. Tapi bertarung dengan takdir tidak lagi menjadi pilihanku. Aku benci terkalahkan! Aku benci dipecundangi…! Bahkan oleh diriku sendiri?

Tak ada kebahagiaan. Tak ada kebencian. Tak ada dendam dan sumpah serapah. Aku tak akan pernah meminta dan memberi maaf. Sampai suatu hari kau mengerti, siapa yang bersalah?

Tak ada doa untukku, untukmu, untuk mereka, untuk semua orang! Tak perduli apa yang terjadi di sini, atau di sana. Karena diri ini hakikatnya seorang manusia yang jatuh cinta pada ketersendirian. Berjalanlah dalam duniamu, dan aku berjalan dalam duniaku. Berbahagialah! Karena aku tak akan pernah peduli!

Catatan ini segera menjadi episode terakhir, karena semuanya telah berakhir. Aku tetap mengakhirinya walau harus terluka berdarah hingga tiada pesan terakhir. (Dunia ini bagiku hanyalah tempatku menunggu mati).

*Makassar, 4 Feb 2011, saat gerimis di pagi hari, berteman gelap bayangku.