Dunia kita hanya mimpi, bukan?

Kita berjalan mengitari orbitnya,
berputar,
berkeliling,
seolah-olah telah jauh jarak yang kita tempuh.

Saat jalan mendaki,
kupeluk rapuh tubuhmu.
Saat menuruni tebing curam,
kugenggam tangan mungilmu.
Kita terus berjalan menyusuri orbitnya,
berputar,
berkeliling,
seolah-olah telah jauh jarak yang kita tempuh.

Ketika kaki terasa lelah
dan langkah begitu berat,
kita akan berhenti sebentar
pada sebuah pohon
di mana kita selalu berteduh
melepaskan sisa-sisa penat.
Tak hanya sekali hujan badai menerpa,
namun kita tetap kokoh menghadang.
Bibirmu selalu tersenyum memberiku nyawa,
menyambung napasku yang tersengal.

Lalu kita berjalan lagi menapaki orbitnya,
berkeliling,
seolah-olah telah jauh jarak yang kita tempuh.
Kita melukis ombak di tengah lautan pasang,
menaburi langit kelam dengan kilau bintang-gemintang.
Malam sepertinya selalu menanti kita dengan senyum rembulannya.

Esok pagi
ketika cahaya lembut membangunkan kita dari tidur,
kita akan melanjutkan perjalanan yang tersisa,
mengitari orbitnya,
berputar,
berkeliling,
seolah-olah telah jauh jarak yang kita tempuh.
Sementara waktu tak pernah terbunuh oleh perjalanan ini.

Ah, Dunia kita hanya mimpi, bukan ?