mengapa tertawa jiwa kala api menggejolak
tak ada lagi jeda dari kegilaan
aku sendiri berangan memerangkap waktu dalam kurungan dendam
hari-hari seperti memburu
dari dengus yang meleleh
dari napas panjang
dari erangan tertusuk luka
mencoba menyusun lagi alfabet yang berserakan
secercah sinar tak selalu secercah harap
sinar bukan mesti bahagia
sebagaimana gelap tak mutlak duka
bahagia atau duka ialah kehambaran yang terselubung
inginnya diri barangkali tak inginnya diri
sendiri pastilah keabadian bagi kita
wahai malapetaka, duhai bahagia
bolehkah kita menepis itu sendiri
yaa, seorang diri
GRP Makassar