Seorang pemuda Hungaria dengan membawa mimpi menjadi“orang sukses” di benaknya, nekad menumpang sebuah kapal untuk pergi ke seberang lautan, menerobos ke negara asing. Sebelumnya, ia banyak mengalami penderitaan hidup akibat berbulan-bulan hidup dengan penuh siksaan di kamp Nazi dan menderita akibat pendudukan pemerintahan militer Sovyet selepas Jerman menyerah.

Ia hanya mempunyai uang 45 sen ketika sampai di New York City. Karena tidak bisa berbahasa Inggris, ia menjadi tenaga serabutan dengan gaji US$ 4 seminggu. Karena lingkungan yang sangat keras dan tidak ramah terhadap orang seperti dia, pindahlah ia ke Harlem, sebuah kawasan kumuh di Amerika.

Setiap hari ia melihat iklan di sembarang koran atau majalah milik orang lain, sampai akhirnya ia menemukan iklan yang mencantumkan bahwa pekerjaan itu tidak butuh pengalaman khusus. Ia pun melamar. Karena perusahaan itu memang membutuhkan dan menerima orang yang“asal bisa menggerakkan bibir saja”, ia pun diterima sebagai salesman perusahaan reksadana.

Tetapi ia bahkan tidak tahu apa itu reksadana ! Dengan bahasa Inggris yang baru ia pelajari beberapa minggu di jalanan bagaimana ia bisa menjualnya ? Ia kemudian mendapat akal. Ia pergi ke New York Public Library, dan mendapatkan buku telepon kota Budapest (kota di Hungaria). Ia kumpulkan nama-nama khas orang Hungaria…kemudian mencari nama-nama yang mirip dengan itu di buku telepon kota New York, dan dengan itu ia memiliki orang yang akan dijadikannya prospect.

Akalnya itu ternyata berjalan dengan baik. Seperti kita ketahui, jika hidup di negeri orang, Anda akan merasa lebih tertarik jika didekati oleh“orang sekampung” daripada anda ditawari barang dagangan oleh orang setempat. Pada umumnya perasaan seperti itulah yang berlaku jika hidup di negeri orang, dan itulah kepandaian akal pemuda itu.

Ia kemudian membuat janji dengan 9 perusahaan broker. Ia mengatakan kepada mereka jika dalam 6 bulan ia tak berhasil melebihi omset yang ditetapkan, ia akan mundur. Hanya 1 perusahaan yang menolaknya, tetapi ia memilih Kidder Peaby yang saat itu sahamnya banyak diminati orang. Ia bekerja 2 kali lipat lebih panjang daripada siapapun di perusahaan itu, dan dalam waktu 4 tahun ia menjadi top salesman diantara 40 staff lainnya.

Lalu ia pindah kerja ke Eastman Dillon, dan menjadi top salesman diantara 900 staffnya. Ia kemudian mulai pasang harga yang tinggi dalam bernegosiasi. Dia lalu minta ruang agar bisa kerja lebih konsentrasi karena selama ini ia berada diruang yang di sekat-sekat bersama staff lainnya. Sang National Manager yang mengetahui hal ini kemudian meyerahkan ruangannya sendiri takut kalau-kalau ia hengkang dari perusahaan itu. Bahkan ruangan itupun didesain ulang oleh interior designer menurut kesukaannya.

Berkat kecermatannya dalam bekerja, ia kemudian mengetahui bahwa perusahaan itu tidak mempunyai lembaga riset yang cukup kuat. Ia pun berfokus kesana. Sebuah perusahaan perbankan akhirnya menawarinya pekerjaan. Setelah enam bulan, ia telah menjadi Senior Vice President. Kemudian, lima tahun berikutnya, ia pindah lagi karena ada perusahaan yang memberinya kesempatan untuk mendirikan divisinya sendiri. Dalam setahun divisinya berkembang, dari 11 karyawan menjadi 25, dan tak lama kemudian ia pun mempunyai perusahaan sendiri.

39 tahun setelah kedatangannya di Amerika, ia menjadi salah satu orang terkaya, dan satu dari 2 top producer di Wall Street, sekaligus menjadi motivational speaker dan penulis ternama. Dialah Andrew Lanyi.