Nggak ada orang yang nggak suka musik. Bahkan orang jaman purba yang belum mengenal alat-alat musik, tetap juga suka mendengarkan musik. Misalnya paduan suara gemiricik air di pegunungan, suara burung berkicau, daun bergesek… Itu jadi musik buat mereka. Nah sekarang ini yang namanya musik sudah begitu banyak genre/ warnanya. Dari dangdut, pop, rock, jazz, blues sampai rap.

Jenis musik ini masih ada percabangannya lagi, misalnya rock; ada slow rock, rock n roll, rock n blues, heavy metal, bahkan gothic, dst. Kok bisa sebanyak itu? Ya, bisa. Alasannya, semua musik itu pada dasarnya sama, sama-sama menggunakan 8 tangga nada (yang do re mi… itu loh) sehingga bisa saling ber-padu menjadi satu, seperti Indonesia. Yang mau baca artikel ini, saya pengen mengingatkan bahwa saya bukan pengamat musik, melainkan hanya seorang penikmat musik.

Ok, sekarang saya akan bicara tentang group band dalam negeri yang sedang susah karena kaset dan CD-nya banyak yang dibajak. Yah, memang susah sih. Indonesia itu sejak zaman dahulu sudah dikenal sebagai negara agraris yang sebagian besar penduduknya mencari nafkah dari sektor pertanian. Sebagai petani, jelas, kita harus punya keahlian membajak biar tanahnya gembur :). Ah, pusing amat. Kita nggak akan membahas itu sekarang. Ini tentang komparasi band-band lokal yang menurut saya termasuk kategori band papan atas. And they’re: Cokelat, Dewa, Gigi, Padi, Slank dan Sheila On Seven (SOS). Kenapa harus mereka dan kenapa cuma mereka? Karena cuma band-band ini yang musiknya bisa saya kenali. Sebenarnya ada sih yang musiknya paling akrab dengan telinga saya, yang bahkan sekarang pun sedang dimainkan di WinAmp saya. Tapi dia bukan band, melainkan solois. Kalau pun dia pernah bikin band, itu sifatnya sekadar kolaborasi sementara, misalnya Swami, Kantata dan Dalbo. Yap! Dia adalah Sang Maestro, Iwan Fals. Tapi — sekali lagi — kita hanya akan bicara tentang band-band yang tadi saya sebutkan.

Dari ke-6 band itu, 3 band mewakili angkatan senior (Dewa, Gigi, Slank) dan 3 yang lainnya sebagai junior (Cokelat, Padi, SOS). Masing-masing punya ciri khas sendiri, keunggulan dan tentu saja, penggemar yang beda-beda. Saya bukan fans salah satu dari mereka, karena itu saya akan bersikap netral dalam menilai mereka (ini ga ada hubungannya dengan golongan putih loh).

Baiklah para pendengar, berikut ini adalah sebuah lagu dari Dewa yang berjudul Kangen. Eh, lagunya ‘ketuaan’ yah? Tapi, tua-tua keladi khan? Nyatanya Denada dan Chrisye pernah ikut membawakan lagu ini. Dan memang menurut saya, Dewa itu asyiknya sewaktu masih bernama Dewa 19. Bukan karena masih muda-muda, tapi waktu itu power seorang Wong Aksa dan sentimentil-nya Ari Lasso yang membuat Dewa lebih mempesona. Nggak berarti Dewa yang sekarang nggak bagus. Tio skill-nya lumayan, gebukannya juga cukup menghentak (coba dengar lagu Cemburu). Cuma yang benar-benar terasa, perginya Ari. Suaranya nggak nge-rock seperti Once. Dan itu yang membuat dia pas banget menyayikan lagu-lagu cinta khas Dewa (19). Dhani, sang diktator, pamornya sempat turun lantaran masalah hak cipta lagu Arjuna Mencari Cinta. Padahal lagu-lagunya selama ini nggak ada yang jelek. Bahkan boleh jadi dia termasuk salah satu pencipta lagu terbaik di Indonesia. Oh ya, Andra, gitaris hebat tapi sayang kurang improvisasi.

Kalau Gigi, pastilah Armand dan Budjana. Dua orang ini identik dengan Axl dan Slash GNR. Coba saja perhatikan aksi panggung Armand. Dia bisa berlari sepanjang panggung dari pembukaan sampai konsernya selesai. Gila khan, powernya? Fisik prima dan napas stabil, kayaknya Inul dan Andi /Rif pun masih di bawah. Budjana sih kalem, kayak lembu, eh maksud saya kayak Slash. Tenang tapi menghanyutkan. Santai tapi jarinya liar, petikannya maut. Menurut saya di Indonesia cuma Tohpati yang bisa menyamai dia. Untuk lagu, saya pilih Nirwana.

Nah, yang ini anak-anak slenge’an yang konon merupakan band dengan bayaran tertinggi di Indonesia. Kekuatan utamanya, apalagi kalau bukan lirik yang sederhana tapi tepat mengena, walau pun masih belum menyamai lirik-lirik Iwan Fals *LOL*. Semua personelnya ok, terutama Bimbim yang serba bisa alias multifunction. Seperti di lagu Bimbim Jangan Menangis, dia nyanyi, bukan sebagai backing vocal tapi sebagai vokalis utama sekaligus main gitar. Tapi di antara semua lagu Slank, saya paling suka Koepoe Liarku. Dewasa banget khan?

Giliran band-band baru. Dan yang paling fenomenal adalah SOS, band dari Yogya. Jujur saja — para Sheila Gank jangan tersinggung — saya nggak melihat satu hal yang istimewa dari SOS. Semuanya standar alias biasa-biasa saja; musik, performance, skill… Sampai sekarang saya suka heran, SOS itu apanya yang punya nilai jual? Tapi, yang jelas hoki mereka memang bagus, sangat bagus malah. Selain itu tema-tema cinta yang mereka angkat sangat pas buat para remaja (baca: ABG) di samping juga kekompakan dan persahabatan personel SOS yang cukup kuat. Hal yang terakhir ini yang saya kagumi dari SOS, makanya saya suka Sahabat Sejati. SOS ini hampir setali tiga uang dengan Cokelat. Bahkan Cokelat lebih parah lagi. Kalau SOS masih punya karakter dan berani tampil dengan gaya mereka sendiri, Cokelat malah jelas-jelas berusaha meniru sebuah band luar (nggak perlulah disebutkan, anda pasti tahu). Mungkin karena kebetulan warna suara Kikan rada mirip ya? Atau mungkin karena Kikan itu perempuan? Hehehe, maaf saya nggak bermaksud menyinggung emansipasi. Kikan-nya sih — harus diakui — hebat, buktinya dia bisa bikin lagu Sudah Berlalu buat Bang Iwan di album In Collboration With. Untung ada lagu itu, kalau nggak saya bingung harus milih lagu yang mana dari album Cokelat.

Yang terakhir grup band dari Surabaya yang semakin lama semakin populer. Dari keenam band yang saya bicarakan, Padi adalah yang paling istimewa menurut saya. Bukan karena mereka juga nge-fans sama Iwan Fals. Bukan karena mereka punya satu lagu (Sesuatu Yang Tertunda) yang feat. Bang Iwan. Juga bukan karena sang vokalis, Fadli, berasal dari Makassar, kota yang sedang saya huni. Band ini memang istimewa kok. Dilihat dari sudut mana pun tetap saja, istimewa. Inspirator mereka sekaligus gitaris utama, Piyu, nggak perlu diragukan. Skill top, style ok walau pun rada terpengaruh karakter Paul Gilbert (eks Mr. Big). Itu masih ditambah dengan kemampuannya menekan tuts piano. Arie bisa mengimbangi Piyu, serasi. Yoyo bukan drummer biasa, dia merangkap sebagai pianis di lagu Rapuh. Fadli sudah berhasil menciptakan style-nya sendiri. Walau pun terkesan letih, lemas dan lesu tapi ternyata dia tahan konser berjam-jam. Suaranya bisa naik ke nada-nada tinggi tanpa harus mengubah karakter ‘ogah-ogahan’-nya. Nah yang paling istimewa si pencabik bas, Rindra. Posturnya memang sesuai untuk seorang bassis. Tapi bukan karena itu yang bikin saya kagum. Masalahnya, intro lagu Maha Dewi — yang notabene lagu kesukaan saya dari album Padi — adalah sebuah ide cemerlang sang bassis. Hebat khan?

Nah, sekarang kalau saya boleh memilih 6 orang di antara mereka semua kemudian dijadikan satu band, maka komposisi pilihan saya akan seperti ini : Armand – Gigi (vocalis), Budjana – Gigi (1st gitaris), Piyu – Padi (2nd gitaris), Dhani – Dewa (keyboardis), Rindra – Padi (bassis) dan Bimbim – Slank (drummer). Gimana?